Demo Solo, kebijakan PPDB menuai polemik sehingga ortu siswa berunjuk rasa.
Solopos.com, SOLO – Puluhan orang tergabung dalam Forum Orang Tua Siwa (Forsa) SMPN 1 Solo menggelar demonstrasi menuntut pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sekolah menengah atas negeri (SMAN) 2017/2018 diulang.
Selain itu, pengunjuk rasa juga menuntut agar Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Tengah No.9/2017 yang mengatur tentang kuota minimal siswa keluarga miskin (gakin) 20% dicabut.
Mereka dengan membawa berbagai spanduk dan poster menggelar aksi di dalam halaman SMPN 1 Solo Jl. Jl. M.T. Haryono No. 4, Manahan, Solo, Jumat (16/6/2017).
Mereka dengan membawa berbagai spanduk dan poster menggelar aksi di dalam halaman SMPN 1 Solo Jl. Jl. M.T. Haryono No. 4, Manahan, Solo, Jumat (16/6/2017).
Spanduk dan poster itu antara lain bertuliskan “Dukung PPBD SMA, Siswa Berprestasi 80%, Siswa Gakin 20%, Jangan Paksakan Gakin, Hargai Siswa Berprestasi, Cabut Pergub No. 9/2017”.
Koordinator aksi, Bambang Saptono, mengatakan pelaksanaan PPDB SMA negeri agar diulang karena merasa kasihan dengan siswa yang berprestasi. “Siswa berprestasi kalah dengan nilai rata-rata sembilan kalah dengan siswa gakin yang nilainya enam,” kata dia kepada solopos.com seusai aksi.
Kondisi ini menyebabkan SMA favorit, seperti SMAN 1 Solo dan SMAN 4 Solo diserbu siswa gakin, sehingga menyebabkan siswa yang berprestasi tersingkir.
“Pergub No.9/2017 tidak mengatur tentang batas maksimal siswa gakin sehingga ada SMA favorit menerima siswa gakin lebih dari 20 persen,” ungkapnya.
Mantan ketua komite SMAN 1 Solo ini lebih lanjut menyatakan tidak anti terhadap siswa gakin, tapi hendaknya proposional jangan sampai mengorban siswa berprestasi.
Agar ke depan tidak terjadi lagi kekacauan PPDB SMA negeri, dia meminta agar Pergub Jateng No. 9/2017 dicabut atau direvisi.
“Pergub No. 9/2017 menjadi sumber masalah PPDB SMA negeri karena tidak mengatur batas maksimal siswa gakin sehingga perlu dicabut atau direvisi,” ujar dia.
Salah seorang orang tua siswa, Yustina, mengungkapkan anaknya yang memiliki nilai rata-rata 9 harus terdepak dari SMAN 4 Solo karena kalah bersaing dengan siswa gakin.
“Saya tinggal di daerah perbatasan Solo yakni di Ngemplak, Boyolali, dianggap sebagai luar kota yang hanya mendapat kuota tujuh persen. Kuota itu sebagian besar sudah diisi siswa gakin dari luar kota yang bermodalkan SKTM,” beber dia.
Dia menilai Pergub Jateng No. 9/2017 tentang penerimaan siswa gakin minimal 20% pada PPBD SMA negeri bermuatan politis.
“Mungkin ini ada kaitannya dengan pemilihan gubernur [Pilgub] Jateng 2018,” imbuh dia.