News
Minggu, 29 Januari 2017 - 20:30 WIB

DEBAT PILKADA JAKARTA : Pengamat: Jawaban 3 Calon Minim Terobosan

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno saat Debat Pilkada Jakarta di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (13/1/2016). (JIBI/Solopos/Antara/M Agung Rajasa)

Pengamat tata kota menilai jawaban para calon dalam debat Pilkada Jakarta Jumat (27/1/2017) lalu minim terobosan.

Solopos.com, JAKARTA — Debat Pilkada Jakarta jilid II yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta pada Jumat (27/1/2017) malam, dinilai kurang diwarnai terobosan ide dari para calon. Padahal, durasi debat yang mengusung tema reformasi birokrasi, pelayanan publik, dan penataan kawasan perkotaan ini lebih panjang daripada sebelumnya.

Advertisement

Dipandu dua moderator praktisi media Tina Talisa dan mantan Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi, ketiga pasangan calon (paslon) memulai debat dengan memaparkan visi dan misi dan berlanjut dengan sesi tanya jawab. Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, menilai para pasangan calon kurang mengelaborasi gagasan program, khususnya terkait penataan kota.

Menurutnya, pasangan nomor urut 1 Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni tidak banyak memiliki terobosan baru untuk menarik simpati masyarakat Jakarta. Program yang dimaksud yakni membangun tanpa menggusur rumah warga serta solusi penambahan ruang terbuka hijau di Ibu Kota.

“Jawaban paslon satu soal membangun tanpa menggusur kurang memuaskan. Masih kurang jelas bagaimana mengimplementasikannya. Hal yang sama terjadi juga terkait penambahan RTH dengan target 15% dari realisasi saat ini sebesar 9,98% tidak dijelaskan dengan baik,” katanya saat dihubungi Bisnis/JIBI, Minggu (29/1/2017).

Advertisement

Pasangan nomor urut 2, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot), katanya, lebih diuntungkan karena punya gebrakan yang sudah dilakukan dalam reformasi birokrasi dan inovasi pelayanan publik saat menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Namun dari segi penataan kota, jawaban mereka dinilai belum maksimal.

Justru kebijakan Ahok-Djarot dalam hal penataan kawasan perkotaan menjadi titik lemah. Nirwono mencontohkan masalah reklamasi, penggusuran rumah di pinggir kali, dan pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras yang sempat menimbulkan pro-kontra.

Sementara itu, pasangan nomor urut tiga Anies Baswedan-Sandiaga Uno dinilai memiliki pengalaman dalam reformasi birokrasi, khususnya saat Anies menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sayangnya, baik Anies maupun Sandi belum bisa memberikan gebrakan terkait isu-isu lingkungan.

Advertisement

“Gagasan soal vertikal drainase sebenarnya cukup menarik, tetapi mereka tidak memaparkan teknisnya. Harus ada eloborasi dari sekadar konsep menjadi program yang jelas.

Nirowno juga menitikberatkan jawaban tiap-tiap paslon soal sosialisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana detail tata ruang (RTRW/ RDTR) di DKI Jakarta saat ini. Pasalnya masyarakat juga perlu diajak dialog dalam ppengembangan kawasan yang lebih baik tanpa harus melanggar tata ruang. Hal-hal yang harus dikaji ulang adalah gagasan pengembangan bersama berupa kampung deret, kampung susun, atau bentuk rusun lainnya yang tidak jauh dari lokasi tempat tinggal awal.

“Persoalan mendasar dalam tata kota, Pemprov tidak melakukan sosialisasi tentang RTRW/RDTR dengan benar, masih hanya sekedar formalitas dengan peserta yang tidak bertempat tinggal di wilayah tersebut, jadi masyarakat belum melek tata ruang. Apabila rakyat melanggar tata ruang karena menghuni tanah negara, maka harus ada dialog dengan masyarakat sebelum menggusur,” tuturnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif