News
Selasa, 6 Desember 2011 - 10:40 WIB

Daya kritis masyarakat bisa tangkal politisasi media

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/dok)

Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/dok)

Semarang (Solopos.com) – Pakar komunikasi Universitas Diponegoro Semarang Turnomo Rahardjo menilai kesadaran dan daya kritis masyarakat bisa menjadi penangkal yang efektif dari upaya politisasi media.
Advertisement

“Masyarakat sebagai pengguna media harus ditumbuhkan kesadaran dan daya kritisnya. Kesadaran literasi masyarakat harus ditumbuhkembangkan,” katanya di Semarang, Selasa (6/12/2011), menanggapi kecenderungan media jadi alat politik. Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undip itu mengakui, kampanye melalui media saat ini sebenarnya jauh lebih efektif dibandingkan dengan kampanye melalui pengerahan massa secara langsung dan besar.

Persoalannya, kata dia, kampanye melalui media akan terbentuk persoalan ketika si pemilik media bersangkutan menjadi bagian dari kelompok politik tertentu, sebab acap terjadi media menjadi alat politik pemiliknya. Ia mengatakan, kecenderungan politisasi media lebih kentara di negara-negara berkembang, sebab di negara maju seperti Amerika Serikat sudah jelas aturan pembatasan kewenangan pemilik media terkait otonomi jurnalis.

Namun, kata dia, kenyataannya di Italia juga terjadi masa Perdana Menteri Silvio Berlusconi yang dikenal raja media menggunakan media yang dimilikinya sebagai alat untuk kepentingan politiknya dan kelompoknya.

Advertisement

Karena itu, Turnomo menilai kecenderungan politisasi media memang rawan terjadi dan peran pengawas secara eksternal, seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang juga memiliki pengurus di daerah sangat penting. “Selama ini, KPI maupun KPI daerah (KPID) telah menjalankan fungsinya sebagai kontrol lembaga penyiaran, namun baru sebatas menyoroti film, sinetron, dan program tayangan tertentu dan memberikan teguran,” katanya.

Ia menilai, KPI dan KPID perlu memaksimalkan perannya dalam mengawasi media-media yang dijadikan alat politik oleh pemilik dan kewenangan lembaga pemerintah itu memberikan sanksi, mulai teguran sampai terberat. Akan tetapi, kata dia, peran masyarakat sebagai penonton yang cerdas dan kritis harus terus menerus ditingkatkan, melalui berbagai langkah, seperti penyuluhan dan sosialisasi agar masyarakat “melek” media.

“Kalau kesadaran dan daya kritis masyarakat sudah tinggi, mereka (masyarakat) bisa memilah dan cerdas menikmati program tayangan yang disajikan lembaga penyiaran. Bisa menyaring pesan-pesan yang disampaikan,” kata Turnomo.

Advertisement

JIBI/SOLOPOS/Ant

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif