News
Selasa, 17 November 2020 - 03:00 WIB

Dari Lapas Nusakambangan Sampai Kembali Bertani, Ini Kisah Eks Napi Terorisme Asal Karanganyar

Mariyana Ricky P.d  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Eks napi kasus terorisme asal Karanganyar, Aris Widodo. Foto diambil Kamis (29/10/2020). (Solopos/Mariyana Ricky PD).

Solopos.com, KARANGANYAR -- Belasan tahun berlalu sejak Aris Widodo terlibat konflik Poso yang membuatnya diganjar hukuman penjara selama lima tahun untuk kasus terorisme. Warga Karanganyar tersebut mendapat pembebasan bersyarat pada 2012 lalu.

Kepada Solopos.com yang menemuinya, Kamis (29/10/2020) lalu, Aris menceritakan awal mulanya ia sampai terlibat dalam konflik Poso. Ia ketahuan mengirim surat kepada kelompok radikal di daerah itu. Isi suratnya menyoal bantuan ternak untuk kurban Idul Adha.

Advertisement

“Surat itu berupa kode-kode, intinya masyarakat Poso itu mau minta apa dari kami, muslim di Jawa. Ternyata mereka cuma minta bantuan hewan kurban. Surat itu dikaitkan dengan kelompok Jamaah Islamiyah [JI] sehingga saya ditangkap,” kisahnya.

Kasus Covid-19 Klaten Melonjak Tajam, Hajatan dan Pembelajaran Tatap Muka Masih Boleh?

Advertisement

Kasus Covid-19 Klaten Melonjak Tajam, Hajatan dan Pembelajaran Tatap Muka Masih Boleh?

Aris divonis hukuman selama lima tahun penjara yang ia jalaninya di tiga lembagar pemasyarakatan (lapas) berbeda. Pertama, Lapas Markas Komando (Mako) Korps Brigade Mobil (Brimob) Kelapa Dua, Depok, kemudian pindah ke Lapas Kelas IIA Sragen, dan terakhir Lapas Nusakambangan sebelum bebas bersyarat pada 2012 lalu.

Sebelum ditangkap, warga Kecamatan/Kabupaten Karanganyar itu pekerjaan sehari-harinya berwirausaha rental komputer. Saat menjalani hukuman, usaha itu kolaps sehingga membuatnya harus beralih pekerjaan.

Advertisement

Tambah 201 Kasus Pada Sabtu, Satgas Covid-19 Klaten Sempat Tak Percaya

Aris mengakui sempat ada warga sekitar tempat tinggalnya yang ketakutan bahkan sampai sakit. Warga itu ketakutan karena khawatir ikut kena tangkap lantaran pernah dekat dengan Aris. "Tapi, ya sudah, ini bagian dari takdir saya," ujar Aris.

Aris menyebut hingga saat ini masih menggarap lahan sawah seluas 3.000 meter. Berbekal kartu tani, ia bisa membeli pupuk bersubsidi yang bisa ia aksesnya dengan mudah. Selain itu, bantuan dari BNPT ikut membuat usahanya itu berjalan lancar.

Advertisement

Ihwal perjalanannya hingga ditangkap, Aris mengaku tak mendapat indoktrinasi dari kelompok tertentu, melainkan hanya mengikuti kajian dan buku-buku. Ia yang tak setuju dengan bom bunuh diri tersebut hanya menjalankan keyakinannya saat itu, membantu umat muslim yang dizalimi.

Cawali Solo Gibran Rakabuming Raka Dihujat Netizen, Ada Rencana Lapor Polisi?

Kepercayaan

Aris enggan menyebut dirinya sebagai sosok berpikiran radikal hingga ingin mencelakai orang lain. Namun, jika umat Islam dizalimi oleh siapa pun, ia hanya ingin berjihad dan membantu mereka.

Advertisement

“Kepercayaan saya begitu. Tapi saya enggak lantas mau diminta membunuh siapa begitu. Saya masih harus melihat apa alasannya karena saya yakin saat konflik terjadi, selalu ada masyarakat awam. Tapi, entah kenapa karena saya mengirim surat itu saya dianggap sebagai simpatisan JI,” kisahnya.

Apa pun itu, Aris melanjutkan saat ia dianggap melakukan tindakan terorisme, ia hanya bisa pasrah. "Saya hanya ingin berpesan bahwa tindakan apa pun yang berniat mencelakai orang lain adalah salah dan seharusnya tidak dilakukan, apa pun alasannya," ujarnya.

 

Artikel ini hasil dari Peace Journalism Fellowship Grant yang diselenggarakan Search for Common Ground Indonesia dan Sejuk

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif