News
Minggu, 1 September 2013 - 22:45 WIB

DAERAH ISTIMEWA SURAKARTA : Yusril Ihza Optimistis DIS Terealisasi

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Yusril Ihza Mahendra (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SEMARANG — Kuasa hukum Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat kubu Dewan Adat, Yusril Ihza Mahendra, optimistis Mahkamah Konstitusi (MK) bakal mengabulkan gugatan Daerah Istimewa Surakarta (DIS).

“Bila melihat keputusan MK selama ini murni hukum, maka peluang gugatan DIS dikabulkan sangat besar,” katanya ketika ditemui wartawan seusai menghadiri halalbihalal DPW Partai Bulan Bintang (PBB) Jateng di Semarang, Minggu (1/9/2013).

Advertisement

Adanya konflik internal yang terjadi di Keraton Surakarta saat ini, lanjut dia, tidak akan berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil MK.

Sebab, selama ini MK dalam mengambil keputusan tidak pernah mengkaitan kasus yang ditangani dengan persoalan politik, tapi murni hukum.

“Jadi adanya konflik internal Keraton Surakarta tidak akan mempengaruh putusan MK,” tandasnya.

Advertisement

Berdasarkan pertimbangan hukum, kata Yusril yang mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, maka keberadaan DIS masih ada.

Dia mengungkapkan, keberadaan DIS diputuskan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 9 Agustus 1945 yang dipimpin Presiden RI Soekarno.

Keberadaan DIS juga termaktub dalam UU Nomor 1/1945 tentang Komite Nasional di Daerah dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang (Perppu) Nomor 1/1945 tentang Peraturan tentang Dewan Pertahanan Daerah dalam Daerah Istimewa.

Advertisement

Namun, karena keadaan politik di Indonesia termasuk Surakarta dan sekitarnya pada 1946 terjadi gejolak sehingga dalam keadaan darurat, keluarlah Maklumat Presiden Nomor 1 Tahun 1946 yang menyatakan DIS untuk sementara dipandang sebagai karesiden.

”Maklumat Presiden Nomor 1/1946 tidak menghapuskan DIS, sehingga Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 10/1950 yang menyebutkan “menghapuskan Pemerintahan Surakarta senafas dengan daerah karisidenan yang lain, yakni Semarang, Pati, Pekalongan, Banyumas, Kedu adalah suatu kesalahan konsepsional,” bebernya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif