News
Senin, 7 Oktober 2019 - 22:00 WIB

Cadangan Devisa Turun, Waspada Indikasi Pelemahan Ekonomi

Gloria Fransisca Katharina Lawi  /  Adib M Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/Alby Albahi)

Solopos.com, JAKARTA – Penurunan cadangan devisa pada September 2019 sebesar US$2,1 miliar perlu diwaspadai sebagai adanya indikasi pelemahan aktivitas ekonomi.

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menyatakan secara makro ada penurunan dalam sisi penerimaan masyarakat dan imbasnya pada konsumsi. Aviliani menyebut umumnya pengeluaran yang dilakukan masyarakat adalah untuk memenuhi kebutuhan primer saja, ketimbang kebutuhan sekunder.

Advertisement

Baca juga: Gerindra Gagal Raih Kursi Ketua MPR, Prabowo Kecewa

“Yang masih mengalami yang kenaikan [pendapatan] malah [kelas] menengah atas karena memang mereka ini basic need saja, kalau yang secondary needs itu juga mulai menurun,” ujar Aviliani kepada Bisnis/JIBI di Bursa Efek Indonesia, Senin (7/10/2019).

Advertisement

“Yang masih mengalami yang kenaikan [pendapatan] malah [kelas] menengah atas karena memang mereka ini basic need saja, kalau yang secondary needs itu juga mulai menurun,” ujar Aviliani kepada Bisnis/JIBI di Bursa Efek Indonesia, Senin (7/10/2019).

Dia menyatakan, kondisi ini perlu diwaspadai karena memberi imbas pada penurunan konsumsi. IKK September 2019 memang mencatatkan optimisme yakni 121,8 meski menurun dari bulan sebelumnya sebesar 123,1. Namun dalam Survei Konsumen September 2019 ini, BI menyatakan penurunan IKK ini terjadi pada responden berpenghasilan Rp2,1 juta sampai Rp5 juta per bulan dengan rentang usia 20-40 tahun.

Meski demikian, keyakinan konsumen terhadap penghasilan saat ini dibandingkan dengan 6 bulan ke depan menguat. Adapun Indeks Penghasilan Saat Ini menjadi 118,9 dari Agustus 2019 sebesar 118,4.

Advertisement

Baca juga: Patok Proyek Jalur Rel Jogja-Borobudur-Semarang Dicabut Warga

Menurut Aviliani, sekalipun Indeks Keyakinan Konsumsi (IKK) September 2019 yang dirilis oleh Bank Indonesia masih dalam taraf yang positif. Tetapi dinamika politik yang bergolak perlu ada penerimaan yang bersifat jangka panjang.

Hal ini tercermin dari pelemahan harga saham yang menurut Aviliani disebabkan karena kepercayaan investor ke Indonesia masih bersifat jangka pendek atau short term. Begitu Indonesia mengalami pergolakan tertentu, para investor juga mudah untuk keluar dari Indonesia.

Advertisement

“Jadi tak bisa ditentukan, ini yang harus kita jaga, karena itu menyebabkan cadangan devisa by loan, kalau ada apa-apa kita harus mencari pinjaman,” terang Aviliani.

Baca juga: Susi Pudjiastuti Tenggelamkan 4 Kapal di Natuna, Penenggelaman Terakhir?

Melihat kondisi demikian, Aviliani memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini tidak akan menyentuh target 5,1%. Dia memprediksikan pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun ini hanya sekitar 5,0%.

Advertisement

Advertisement
Kata Kunci : EKONOMI INDONESIA
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif