News
Kamis, 21 September 2023 - 16:42 WIB

Buntut Polemik TikTok, Aprindo Desak Pemerintah Buat Aturan Social Commerce

Ni Luh Anggela  /  Ika Yuniati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi berbelanja di e-commerce. (freepik)

Solopos.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mendesak pemerintah  segera membuat dan merealisasikan aturan untuk social commerce guna menjaga produktivitas pelaku usaha dalam negeri.

Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey menyampaikan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) harus mengambil langkah cepat sebelum social commerce menggerus produk-produk lokal.

Advertisement

“Jadi social commerce harus dibuat aturannya, juknis harus dibuat, jangan sampai sudah terpapar baru dibuat,” kata Roy saat ditemui di Jakarta Selatan, dikutip Kamis (21/9/2023).

Sebagai informasi, aturan terkait dengan social commerce akan diimplementasikan melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.50/2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Advertisement

Sebagai informasi, aturan terkait dengan social commerce akan diimplementasikan melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.50/2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Revisi aturan tersebut sedang dalam tahap harmonisasi sehingga Aprindo berharap aturan ini segera direvisi dan direalisasikan dengan melibatkan pelaku usaha.

Di sisi lain, Aprindo menyebut kehadiran social commerce di Indonesia merupakan peringatan bagi pemerintah untuk harus relevan dan adaptif dalam membuat regulasi lantaran dunia selalu berubah.

Advertisement

Menurutnya, arus perdagangan elektronik di Tanah Air perlu diatur dengan ketat. Misalnya, cara-cara yang tidak melalui jalur fiskal dan tidak memenuhi aturan yang berlaku harus dilarang.

Dia juga mengusulkan agar dalam revisi Permendag No.50/2020 juga diatur soal predatory price. Sebab saat ini, kata dia, barang-barang yang dijual di TikTok Shop disubsidi oleh platform tersebut sehingga harga barang yang dijual sangat murah.

“Affiliate barang dari luar itu disubsidi oleh TikTok-nya, sehingga disini minyak wangi harganya bisa Rp1.000, jam tangan Rp5.000 karena disubsidi dari platformnya. Nah itu yang dinamakan predatory price,” jelasnya.

Advertisement

Selain itu, lanjut dia, perlu diatur pula soal perlindungan konsumen yang setara dengan barang-barang yang ada di ritel konvensional.  “Jadi kita sangat mendesak dan berharap ini segera direalisasikan,” tegasnya.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Pengusaha Ritel Desak Pemerintah Segera Buat Aturan Social Commerce

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif