News
Rabu, 27 Januari 2016 - 14:30 WIB

BOM SARINAH THAMRIN : Densus 88 Bisa Setop Transaksi Keuangan Teroris

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah satu pelaku penembakan saat aksi teror di Jalan MH Thamrin, kawasan Sarinah, Jakarta, Kamis (14/1/2016). Sejumlah teroris melakukan penyerangan terhadap beberapa gedung dan pos polisi di kawasan tersebut yang mengakibatkan sejumlah korban tewas dan luka-luka. (JIBI/Solopos/Antara/Xinhua/Veri Sanovri)

Bom Sarinah Thamrin mendorong PPATK mengusulkan kewenangan khusus Densus 88 untuk menghentikan transaksi keuangan teroris.

Solopos.com, BANDUNG — Pusat Penelitian dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) secara resmi mengusulkan agar Detasemen Khusus (Densus) 88 bisa menghentikan transaksi keuangan terkait terorisme.

Advertisement

Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso, mengatakan usulan tersebut sudah diajukan pihaknya pekan ini pada Kemenkumham seiring rencana revisi UU Terorisme. Dalam usulan tersebut, Densus 88 bisa melakukan penghentian transaksi keuangan pada saat proses penyelidikan setelah mendapat laporan PPATK.

“Jadi sudah sejak awal, selama ini polisi tidak bisa menghentikan atau memblokir rekening, kecuali di proses penyidikan. Jadi khusus terorisme, kami mendukung Densus 88,” katanya di Gedung Sate, Bandung, Rabu (27/1/2016).

Menurutnya, selama ini dalam kasus aliran dana terorisme, ada dua langkah pencegahan yang dilakukan. Jika terkait terorisme internasional, khusus Taliban dan Al Qaeda bisa dilakukan pembekuan serta merta. Proses itu melalui lima lembaga, yakni BNPT, Kepolisian, Kemenlu, Pengadilan dan OJK.

Advertisement

“Untuk teroris dalam negeri tidak seperti itu. Kita tunduk pada UU terorisme dan KUHAP, jadi tetap melewati proses penyidikan,” katanya.

Usulan penghentian transaksi terduga terorisme menurutnya bukan berarti pembekuan rekening, namun hanya menghentikan arus keluar masuk dari rekening yang mencurigakan. Selama ini kewenangan tersebut ada di PPATK lewat UU Anti Pencucian Uang. “Kewenangan ini akan kita pinjamkan ke kepolisian, tapi setelah Densus menerima dana dari PPATK,” ujarnya.

Cara ini ditempuh karena dengan UU, negara bisa melakukan perampasan pada hak warga Negara. Terkait terorisme internasional sendiri PPATK sudah membekukan 14 rekening atas nama pribadi dan empat organisasi pada 2015 lalu. “Kalau yang internasional baru terduga sudah bisa dibekukan, tapi penetapannya melalui pengadilan,” katanya.

Advertisement

Usulan ini baru terbatas untuk dana yang terkait terorisme dan bukan narkoba. Agus mengaku pihaknya masih melakukan pendalaman kemungkinan adanya uang transaksi narkoba mendanai terorisme di Indonesia. Ini terkait isu bergabungnya gembong narkoba Freddy Budiman dengan ISIS. “Itu berarti istilahnya narcoterorism, itu masih kita selidiki. Di Afganistan itu, narkoba membiayai gerakan teroris, ada itu. Tapi ini masih awal,” paparnya.

PPATK sendiri enggan merilis besaran dana teroris yang mengucur pada pergerakan teroris di Thamrin 14 Januari 2016 lalu. Namun Oktober 2015 lalu, pihaknya bersama Densus 88 sudah mewaspadai kucuran dana teroris dari luar ke Indonesia. “Kita sudah lega pada 4 Januari tidak terjadi apa-apa, ternyata kejadiannya 14 Januari,” katanya.

Agus memastikan PPATK sudah menindaklanjuti dan menyusun langkah antisipasi terkait dana terorisme pada tahun ini. Langkah pertama adalah deradikalisasi di sejumlah LP tempat terdakwa terorisme bersama BNPT. “Kita menduga lapas itu jadi tempat koordinasi, juga soal peredaran uang karena bisa pake handphone di lapas. Jangan sampai mereka punya akses itu,” kata Agus.

Kedua pihaknya akan menertibkan data organisasi non profit bersama Kemenkumham, Kemenlu, Kemendagri, Kemensos, dan Kemenag. Penertiban akan mencakup nama-nama pengurus, alamat, kegiatan spesifik, nomer rekening bank mana tempat organisasi tersebut bertransaksi. “Itu hasil rapat koordinasi kemarin [Selasa, 26/1/2016],” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif