News
Jumat, 11 Januari 2013 - 17:17 WIB

BOM PAKISTAN: Organisasi HAM Ingatkan Ancaman Peningkatan Serangan Bermotif Sektarian

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang warga mengambil foto dengan ponselnya di lokasi serangan bom di Quetta, Pakistan, kemarin. Rangkaian serangan bom di kota itu telah menelan korban jiwa 114 orang. (JIBI/SOLOPOS/Reuters)

Seorang warga mengambil foto dengan ponselnya di lokasi serangan bom di Quetta, Pakistan, kemarin. Rangkaian serangan bom di kota itu telah menelan korban jiwa 114 orang. (JIBI/SOLOPOS/Reuters)

QUETTA – Kelompok pengamat hak-hak asasi manusia memperingatkan bahwa kekerasan bermotif golongan khususnya yang menyasar kelompok Syiah di Pakistan terus meningkat. Peringatan ini dirilis sehari setelah 114 orang tewas dalam insiden pemboman di Quetta.
Advertisement

“Tahun lalu adalah tahun paling berdarah dalam sejarah bagi warga Syiah,” ujar Ali Dayan Hasan dari Pakistan Human Rights Watch. “Lebih dari 400 orang tewas dan jika serangan kemarin adalah indikasi apa yang akan terjadi tahun ini, bisa jadi nanti akan lebih buruk,” ujarnya.

Dua serangan bom terjadi di Quetta kemarin dalam waktu tak berselang lama di sebuah klub biliar. 82 orang tewas dan 121 orang lainnya cedera dalam serangan bom pertama. 10 menit kemudian bom kedua meledak ketika polisi dan petugas pertolongan sedang melakukan pertolongan. Sembilan polisi dan 20 petugas pertolongan tewas dalam ledakan kedua ini.

Kelompok militan Sunni yang dilarang, Lashkar-e-Jangvi (LeJ) mengklaim bertanggung jawab atas serangan di kawasan berpenduduk mayoritas Syiah dari etnis Hazara itu. Serangan terakhir ini makin mempertegas beratnya tantangan yang dihadapi aparat keamanan Pakistan. Selain kelompok LeJ, masih ada pula gangguan dari kelompok Taliban di kawasan barat laut serta pemberontakan kaum Balukh di barat daya.

Advertisement

Warga etnis Hazara di Quetta yang berjumlah sekitar 500.000 orang selama ini biasanya menjadi sasaran serangan kelompok militan karena mereka punya ciri khas etnik yang membuat mereka mudah dikenali, ujar Dayan dari Human Rights Watch. “Mereka seperti terkepung. Keluar dari perkampungan mereka taruhannya nyawa,” kata Dayan. “Semua pihak gagal melindungi mereka, aparat keamanan, pemerintah, sistem peradilan,” tukasnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif