News
Minggu, 9 April 2023 - 22:27 WIB

Biasanya Mengkritik, Kini Fahri Hamzah Puji Jokowi karena Konsolidasi Elite

Newswire  /  Abu Nadzib  /  Abu Nadzib  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Fahri Hamzah dan Fadili Zon yang selalu kompak dalam berbagai hal berseberangan dalam kasus Jl. Kemal Ataturk di Jakarta. (Detikcom)

Solopos.com, JAKARTA — Mantan politikus PKS Fahri Hamzah dikenal publik sebagai tokoh yang kerap mengkritik Presiden Joko Widodo.

Namun kali ini, Fahri yang kini menjabat Wakil Ketua Umum Partai Gelora itu memuji Jokowi.

Advertisement

Fahri Hamzah mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang melakukan rekonsiliasi dan konsolidasi elite politik karena dinilai membawa banyak manfaat.

“Jika elite bersatu dalam situasi krisis saat ini maka akan banyak manfaatnya. Tapi, sebenarnya upaya rekonsiliasi dan konsolidasi elite itu sudah dilakukan Pak Jokowi sebelum adanya Covid-19,” kata Fahri Hamzah dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu (9/4/2023).

Advertisement

“Jika elite bersatu dalam situasi krisis saat ini maka akan banyak manfaatnya. Tapi, sebenarnya upaya rekonsiliasi dan konsolidasi elite itu sudah dilakukan Pak Jokowi sebelum adanya Covid-19,” kata Fahri Hamzah dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu (9/4/2023).

Fahri menyebut upaya Presiden Jokowi melakukan rekonsiliasi sudah dilakukan ketika merevisi Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) pada 2019 lalu.

Waktu DPR merevisi Undang-Undang MD3 pada 2019, menurutnya, Jokowi meminta semua partai dapat kursi pimpinan DPR /MPR.

Advertisement

Menurut Fahri, jika mengacu pada UU MD3 yang lama maka tidak semua partai mendapatkan kursi pimpinan DPR/MPR melainkan hanya partai yang masuk lima besar.

Setelah direvisi, lanjut dia, akhirnya semua partai mendapatkan kursi pimpinan MPR, termasuk PKS dan Partai Demokrat yang merupakan oposisi.

“Terakhir itu, Presiden bilang kita mau masuk rekonsiliasi, semua partai kasih pimpinan dan dapat semua,” tuturnya.

Advertisement

Artinya, tambah Fahri, Presiden Jokowi sudah melakukan rekonsiliasi dan konsolidasi elite sebelum ada Covid-19 ketika dunia dalam keadaan normal dan tidak ada pandemi.

Hal tersebut tampak dari Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno yang merupakan rival Presiden Jokowi pada Pilpres 2019 akhirnya dilantik masuk ke dalam kabinetnya sebagai menteri.

“Jadi, sebenarnya rekonsiliasi yang dirancang Pak Jokowi sebelum krisis itu satu inisiatif yang tepat, setelah terjadi pembelahan dua kali yang keras. Tapi, sayang tiba-tiba awal 2020, Covid-19 datang,” katanya.

Advertisement

Dia menyebut banyak keputusan elite politik yang diuntungkan dengan adanya rekonsiliasi dan konsolidasi elite.

Terlebih pandemi Covid-19 membawa dampak krisis kesehatan, kesejahteraan, ekonomi, dan politik secara global.

“Sekarang ini Covid-19 sudah selesai, tetapi kan krisis politik dunia masih ada. Ada Perang Rusia-Ukraina, ada kemungkinan perang di Taiwan dan lain-lain. Kemungkinannya cukup besar, tetapi lagi-lagi sedikit banyak jika elite-nya bersatu dalam krisis, rekonsiliasi itu banyak manfaatnya,” jelasnya.

Untuk itu, dia menegaskan rekonsiliasi seharusnya dipandang bukan sebagai insiden melainkan sebuah monumen yang harus dilembagakan karena persatuan elite bermanfaat bagi bangsa dan negara.

“Kita tadinya menginginkan agar rekonsiliasi dilanjutkan sampai pada pembenahan sistem pemilu dan politik secara masif. Tetapi, sayangnya tidak berani dituntaskan, misalnya soal presidential threshold nol persen,” katanya.

Fahri berharap agar usia pemerintahan Presiden Jokowi yang tinggal tujuh bulan lagi tidak ada persaingan di dalam kabinet yang berpotensi merusak fokus dan konsentrasi kerja dari pemerintah lantaran sibuk memikirkan pencalonan pada Pilpres 2024.

Dia berpandangan seharusnya para menteri yang duduk di kabinet tidak boleh memiliki calonnya sendiri-sendiri karena mereka masih bagian dari pemerintah.

Dia menilai para menteri yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), seperti Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan dan Prabowo Subianto jika memiliki calonnya sendiri dikhawatirkan mengganggu kinerja pemerintahan Jokowi.

“Kalau oposisi mau menyerang, silakan saja. Tetapi, inisiatif Pak Jokowi mengonsolidasi sisa kekuasaan sampai berakhir itu top dan harus dipuji. Nanti, efeknya hanya satu kandidat,” ucapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif