News
Rabu, 7 Maret 2012 - 16:30 WIB

BERKAT MENABUNG, Sutiman Bisa Beli Rumah...

Redaksi Solopos.com  /  Arif Fajar Setiadi  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - TABUNGAN BTN- Peserta menampilkan pementasan kesenian saat acara Peluncuran Tabungan BTN Cermat, di Kelurahan Serengan, Solo, Senin (27/2). Bank Tabungan Negara (BTN) bekerja sama dengan World Saving Bank Institute (WSBI) memasarkan produk, Tabungan BTN Cermat, untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Dwi Prasetya/JIBI/SOLOPOS

TABUNGAN BTN- Peserta menampilkan pementasan kesenian saat acara Peluncuran Tabungan BTN Cermat, di Kelurahan Serengan, Solo, Senin (27/2). Bank Tabungan Negara (BTN) bekerja sama dengan World Saving Bank Institute (WSBI) memasarkan produk, Tabungan BTN Cermat, untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Dwi Prasetya/JIBI/SOLOPOS

Sutiman sama sekali tak menyangka bahwa dirinya akhirnya bisa memiliki rumah sendiri. Padahal, ia hanyalah seorang keamanan di sebuah perusahaan swasta di Kota Bengawan. Gajinya pun terbilang pas-pasan. Sekadar cukup untuk makan bersama isteri setiap harinya. Sisanya, ia pakai untuk membayar angsuran motor serta bayar kos. “Istri saya di rumah tak kerja. Kebetulan memang belum punya anak sih,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Advertisement

Namun, istri Sutiman rupanya memiliki jiwa menabung. Meski penghasilan sang suami hanya sekelas upah minimum kota (UMK), namun selalu saja ada uang yang disisihkan untuk ditabung. “Istri saya punya prinsip, menabung itu sama pentingnya dengan makan. Jadi, tak boleh diremehkan,” kata Sutiman.

Hari pun berganti hari. Perputaran waktu seakan ikut menentukan masa depan pria jebolan SMA ini. Tak terasa, usia perkawinan mereka pun telah menapaki tahun kelima. Di usia perkawinan yang masih belia itulah, pria perantau dari Semarang, Jawa Tengah ini merasakan seperti menerima kado istimewa dari sang istri. Rupanya, tabungannya di bank yang dikelola istrinya selama ini telah mencapai angka Rp10 jutaan. “Saya nyaris tak percaya. Seumur-umur, baru kali ini punya uang sebanyak itu,” kisahnya.

Advertisement

Hari pun berganti hari. Perputaran waktu seakan ikut menentukan masa depan pria jebolan SMA ini. Tak terasa, usia perkawinan mereka pun telah menapaki tahun kelima. Di usia perkawinan yang masih belia itulah, pria perantau dari Semarang, Jawa Tengah ini merasakan seperti menerima kado istimewa dari sang istri. Rupanya, tabungannya di bank yang dikelola istrinya selama ini telah mencapai angka Rp10 jutaan. “Saya nyaris tak percaya. Seumur-umur, baru kali ini punya uang sebanyak itu,” kisahnya.

Berbekal uang itu, lekaki 32 tahun ini mulai mencari kredit perumahan sederhana di daerah terdekat di Solo. Melalui seorang rekannya yang bekerja di perumahan bersubsidi, Sutiman akhirnya bisa memiliki rumah sendiri meski sederhana. “Rasanya lega punya rumah sendiri. Sama-sama bayar per bulan, tapi kan sudah rumah sendiri,” jelasnya.

Sejarah hidup itulah yang menyadarkan Sutiman betapa hidup ini sesungguhya tak ada yang mustahil. Dan rumah baru yang ditempati Sutiman sekarang ini adalah bukti bahwa menabung sama pentingnya dengan menarik napas.

Advertisement

Ya, menabung bagi sebagian masyarakat memang masih dianggap kebutuhan kedua, ketiga atau bahkan bisa ditunda. Mereka mungkin lupa bahwa spirit menabung sesunguhnya ialah belajar mengelola kekayaan dengan bijak. Dengan menabung, orang jadi tahu mana kebutuhan yang prioritas dan mana yang sekadar keinginan. Dan dengan melatih menabung, orang akan jadi lebih menghargai sesuatu yang dibelinya.

“Ciri khas orang yang gemar menabung ialah benci pemborosan dan hutang. Karena, itu menyusahkan orang lain,” lanjutnya.

Kisah keberhasilan Sutiman adalah contoh sederhana bahwa menabung itu tak harus berkantong tebal. Karena, kunci keberhasilan menabung sesungguhnya bukan terletak pada kemapaun finansial seseorang. Melainkan, pada kemauan dan kemampuannya mempriotaskan kebutuhan hidupnya.

Advertisement

Tahun 2010 lalu, survai yang dilakukan bank sentral menemukan fakta bahwa sekitar 62% rumah tangga di Indonesia belum memiliki tabungan sama sekali. Realita ini sejalan dengan hasil survai Wold Bank 2010 yang menyatakan hanya separuh penduduk yang memiliki akses ke sistem keuangan formal. Dengan kata lain, lebih dari setengah penduduk Indonesia sesungguhnya terbatasi kemampuannya untuk terhubung dengan kegiatan produktif lainnya. “Itu bisa karena tingkat pendididkan masyarakat yang masih rendah, budaya konsumtif yang tinggi, atau enggan menabung di bank karena tingginya biaya administrasi,” terang Chaerul.

Berangkat dari kenyataan itulah, Tabungan BTN Cermat mencoba menembus problematika di atas. Melalui kegiatan ibu-ibu PKK, BTN pun mengampanyekan budaya menabung dari lingkungan yang terkecil RT/ RW. Selain bisa mengurangi budaya konsumtif masyarakat, dengan menabung juga mampu mengontrol peredaran uang agar tak terjadi inflsi yang tinggi.

“Kenapa menyasar ibu-ibu PKK? Karena, ibu-ibu itu biasanya konsumtif, namun mereka juga yang mengendalikan keuangan keluarga,” jelas Chaerul sambil menargetkan 1 juta nasabah baru se-Jawa Tengah (Jateng).

Advertisement

Advertisement
Kata Kunci : BANK BTN Menabung Sutiman
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif