News
Sabtu, 11 Desember 2021 - 14:46 WIB

Belum Ada Peningkatan Keparahan Covid-19 Akibat Omicron di Afsel

Newswire  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi varian baru virus corona yang diberi nama Omicron. (Bisnis.com)

Solopos.com, JOHANNESBURG — Otoritas berwenang di Afrika Selatan (Afsel) menyatakan belum ada tanda-tanda virus corona varian Omicron menyebabkan penyakit yang lebih parah. Data rumah sakit menunjukkan penerimaan pasien Covid-19 sekarang meningkat tajam di lebih dari setengah dari sembilan provinsi di negara itu, tetapi angka kematian tidak meningkat secara dramatis dan rata-rata lama rawat inap cukup aman.

Meskipun para ilmuwan mengatakan lebih banyak waktu diperlukan untuk sampai pada kesimpulan yang pasti, Menteri Kesehatan Afsel Joe Phaahla mengatakan belum ada tanda-tanda keparahan Covid-19 akibat varian Omicron. “Data awal memang menunjukkan bahwa sementara ada peningkatan tingkat rawat inap. Sepertinya itu murni karena angka kasus daripada sebagai akibat dari keparahan varian Omicron ini,” kata dia, Jumat (10/12/2021).

Advertisement

Seperti diketahui, Afsel memperingatkan dunia tentang Omicron akhir bulan lalu, yang memicu alarm bahwa varian virus corona yang sangat bermutasi dapat memicu lonjakan baru dalam infeksi global.

Baca juga: Bangladesh Vonis Mati 20 Mahasiswa Terkait Kasus Pembunuhan Aktivis

Advertisement

Baca juga: Bangladesh Vonis Mati 20 Mahasiswa Terkait Kasus Pembunuhan Aktivis

Dalam beberapa hari terakhir, wabah nasional terkait dengan varian Omicron telah menginfeksi sekitar 20.000 orang per hari, dengan 19.018 kasus Covid-19 baru dilaporkan pada Kamis (9/12/2021), berdasarkan data dari Institut Penyakit Menular Nasional Afsel. Data tersebut mencatat ada 20 kematian baru.

Sebelumnya, Afsel mencatat rekor puncak lebih dari 26.000 kasus harian selama gelombang ketiga virus corona yang dipicu oleh varian Delta. Sejauh ini, Afsel telah sepenuhnya memvaksinasi sekitar 38 persen orang dewasa, atau lebih banyak daripada di banyak negara Afrika lainnya, tetapi jauh dari target akhir tahun pemerintah.

Advertisement

Baca juga: Austria Bakal Denda hingga Rp57 Juta Warganya yang Tak Vaksin Covid-19

Sementara itu, booster Johnson & Johnson yang sudah tersedia untuk petugas kesehatan dalam studi penelitian, akan segera diluncurkan bagi kelompok masyarakat lainnya.

Crisp membantah bahwa menawarkan booster adalah cara untuk menghabiskan stok vaksin. “Kami tidak perlu mengonsumsi vaksin. Itu mahal dan kami hanya akan menggunakan vaksin jika ada alasan untuk melakukannya,” ujar dia.

Advertisement

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar booster diberikan kepada orang-orang yang kekebalannya terganggu atau telah menerima vaksin Covid-19 yang tidak aktif untuk melindungi dari penurunan kekebalan. Namun, WHO menegaskan pemberian dosis utama harus menjadi prioritas mengingat tingkat vaksinasi masih sangat rendah di banyak negara berkembang.

Baca juga: Banyak Negara Boikot Olimpiade Beijing 2022, China Tebar Ancaman

Sebuah studi kecil dari lembaga penelitian Afrika Selatan pekan ini menunjukkan Omicron sebagian dapat menghindari perlindungan dari dua dosis vaksin Pfizer, tetapi perusahaan dan mitranya, BioNTech, mengatakan tiga dosis suntikan vaksin tersebut dapat menetralkan infeksi Omicron.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif