News
Kamis, 30 November 2023 - 12:22 WIB

Banyak Warga Menolak Percaya Isu Krisis Iklim, Warga Kota Paling Rentan

Maymunah Nasution  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Praktisi komunikasi dan pelibatan publik pada isu-isu kelestarian, Juris Bramantyo dalam workshop dari Bakti Lingkungan Djarum Foundation di Kudus, Kamis (30/11/2023). (Solopos.com/Maymunah Nasution)

Solopos.com, KUDUS — Kurangnya penyampaian informasi mengenai krisis iklim menjadi salah satu tantangan bagi praktisi pelestarian lingkungan di Indonesia. Tantangan ini salah satunya disebabkan karena krisis iklim masih dianggap isu yang kurang seksi dan tidak banyak diperhatikan masyarakat.

Hal ini disampaikan oleh praktisi komunikasi dan pelibatan publik pada isu-isu kelestarian, Juris Bramantyo, saat mengisi workshop media dari Bakti Lingkungan Djarum Foundation berjudul Menggali Isu Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim: Dari Kebijakan Nasional Hingga Aksi di Tingkat Regional dan Lokal. Acara digelar di Kudus, Kamis (30/11/2023).

Advertisement

“Krisis iklim sebenarnya menimbulkan masalah bagi semua, tetapi selama ini narasinya selalu tentang es di kutub ataupun hal-hal yang tidak dekat dengan masyarakat, padahal masyarakat urban di kota-kota Indonesia ini sangat terdampak dengan krisis iklim,” ujar Juris.

Juris melanjutkan selama 10 tahun terakhir masyarakat rentan dinarasikan sebagai pihak yang paling terdampak. Namun, yang jarang disadari, warga kota juga terdampak.

Advertisement

Juris melanjutkan selama 10 tahun terakhir masyarakat rentan dinarasikan sebagai pihak yang paling terdampak. Namun, yang jarang disadari, warga kota juga terdampak.

Kondisi ini terlihat saat pandemi Covid-19 ketika masyarakat urban terancam tidak bisa mengakses sumber makanan jika supermarket tutup. Hal ini berbeda dengan kondisi di desa saat warganya masih mungkin mendapatkan pasokan bahan makanan dari menanam sendiri di pekarangan.

Juris berpendapat hal-hal ini yang kurang disorot oleh media ataupun dianggap masyarakat kurang menarik. Saat ini yang dia khawatirkan adalah kurangnya kesadaran masyarakat mengenai meningkatnya suhu udara sebanyak 1,5 derajat Celcius.

Advertisement

Ancaman berikutnya dari krisis iklim adalah hilangnya habitat keanekaragaman hayati yang berdampak pada punahnya serangga, salah satunya adalah serangga yang membantu penyerbukan tanaman sehingga membuat proyeksi hasil pertanian beberapa tahun ke depan berkurang.

Saat ini, total bencana 2023 tercatat dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebanyak 3.467 bencana dengan lebih dari tujuh juta warga Indonesia menderita hingga mengungsi akibatnya.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Executive Editor Katadata Green, Muchamad Nafi, mengatakan bahwa hanya satu dari tiga orang yang percaya pemanasan global sudah terjadi. Data tersebut didapat dari Survei Development Dialog Asia bersama Communication for Change.

Advertisement

“Inilah realita mengenai perubahan iklim, bahwa masih banyak orang menolak mempercayainya. Data juga menunjukkan orang-orang yang meyakini masalah ini ada hanya melihat dampaknya secara umum, tidak menyadari jika mereka juga akan terdampak secara langsung,” papar Nafi.

Nafi mengingatkan salah satu upaya yang bisa dilakukan media untuk menyadarkan masyarakat adalah membuat mereka tergugah atas krisis iklim. Upaya lainnya menurutnya adalah menjadikan masyarakat bagian dari solusi sangat krusial.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif