News
Rabu, 18 Juli 2012 - 17:00 WIB

AWAL PUASA: Wah, Kamis Sejumlah Warga Jatim Sudah Mulai Puasa Ramadhan

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Desi Purwanto)

Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Desi Purwanto)

JEMBER – Sebagian warga di Kabupaten Jember dan Bondowoso, Jatim, ternyata akan mulai berpuasa, Kamis (19/7/2012) karena menggunakan penghitungan sendiri di luar pemerintah dan organisasi keagamaan untuk menentukan awal Ramadhan.
Advertisement

“Hitungan kami adalah lima hari setelah hari pertama puasa tahun lalu. Puasa tahun lalu kan mulai hari Minggu, maka tahun ini puasa mulai Kamis. Lima hari dari Minggu itu kan Kamis. Jadi awal puasa untuk 10 tahun akan kami sudah tahu,” kata pimpinan Pesantren Mahfiludduror, Desa Suger Kidul, Kecamatan Jelbuk, Jember, KH Ali Wafa.

Selain santri dan warga di sekitar pesantren itu, warga Suger Lor, Kecamatan Maesan, Kabupaten Bondowoso, juga mengikuti pedoman yang dianut Pesantren Mahfiludduror. Pesantren itu memang berada di perbatasan dengan Kabupaten Bondowoso.

Ali Wafa mengemukakan bahwa dirinya dan jamaahnya tidak mengikuti pemerintah atau organisasi keagamaan seperti NU atau Muhammadiyah dalam menentukan awal puasa Ramadhan, termasuk juga untuk Idul Fitri. “Kami berpedoman pada kitab Nazhatul Majalis yang ditulis oleh Syech Abdurrahman Asysyafii. Kami di sini memiliki ribuan umat yang berpuasa mulai Kamis dan mulai shalat tarawih Rabu malam,” katanya.

Advertisement

Sementara Abdul Hamid, putra tertua dari KH Ali Wafa, menjelaskan bahwa kitab Nazhatul Majalis yang ditulis oleh ulama dari Lebanon itu terdiri atas dua jilid. Bab mengenai puasa yang disebutnya sebagai hadits Nabi Muhammad itu berada di kitab jilid pertama yang terdiria atas 277 halaman.

KH Ali Wafa merupakan generasi ketiga pengasuh pesantren tersebut. Pesantren yang kini memiliki lembaga pendidikan dari madrasah ibtidaiyah atau setingkat SD hingga SMK dengan ratusan santri itu didirikan oleh KH Moh Soleh dan kemudian dilanutkan oleh anaknya KH Abdullah. Sepeninggal KH Abdullah kemudian dilanjutkan oleh KH Ali Wafa.

Abdul Hamid yang juga mengajar di sebuah pesantren di Mumbulsari, Jember, itu menceritakan bahwa perbedaan dalam penetuan Ramadhan ini tidak ada masalah dan masyarakat saling menghormati. Apalagi masyarakat di sekitar pesantren juga mengikuti pedoman yang diambil oleh KH Ali Wafa.

Advertisement

Ia menjelaskan bahwa selain di Suger Kidul dan Suger Lor, pengikut pedoman kitab Nazhatul Majalis juga berada di daerah Gedangan, Kecamatan Maesan, Bondowoso.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif