News
Rabu, 27 Juli 2022 - 19:03 WIB

Autopsi Brigadir J Tak Harus Seizin Keluarga, Ini Aturan Hukumnya

Abu Nadzib  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ibu almarhum Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Rosti Simanjuntak (kedua kanan) didampingi kerabat mendatangi makam anaknya sebelum pembongkaran di Sungai Bahar, Muarojambi, Jambi, Rabu (27/7/2022). Makam Brigadir J dibongkar kembali untuk kepentingan autopsi ulang atas permintaan keluarga dalam mencari keadilan dan pengungkapan kasus. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/wsj.

Solopos.com, JAKARTA — Aparat kepolisian akhirnya melakukan autopsi ulang terhadap jenazah Brigadir Nopriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J) di Rumah Sakit Umum Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, Rabu (27/7/2022).

Autopsi ulang yang dilakukan oleh tim forensik gabungan dari Polri, TNI, Ikatan Dokter Forensik Indonesia dan perguruan tinggi itu berlangsung sejak pukul 09.00 WIB dan berakhir pukul 15.000 WIB.

Advertisement

Autopsi ulang dituntut pihak keluarga lantaran sebelumnya jenazah Brigadir J diautopsi tanpa izin keluarga.

Benarkah autopsi ulang forensik harus ada izin keluarga?

Advertisement

Benarkah autopsi ulang forensik harus ada izin keluarga?

Berdasarkan Pasal 133, 134 dan 135 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), autopsi forensik untuk mengungkap suatu kasus dugaan kejahatan ternyata tidak harus ada izin keluarga.

Baca Juga: Akhirnya, Jenazah Brigadir J Dimakamkan dengan Upacara Kedinasan Polri

Advertisement

Jika dalam waktu dua hari sejak pemberitahuan pihak keluarga tidak memberikan tanggapan maka autopsi bisa langsung dilakukan.

Autopsi forensik adalah autopsi yang dilakukan atas dasar perintah yang berwajib (polisi) untuk kepentingan peradilan, karena peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana.

Baca Juga: Enam Jam Diautopsi Ulang, Jenazah Brigadir J Kembali Dimakamkan

Advertisement

Berikut pasal dalam KUHAP yang mengatur tentang autopsi forensik:

Pasal 133

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Advertisement

(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Pasal 134

(1) Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.

(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.

(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

Pasal 135

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (2) dan pasal 134 ayat (1) undang-undang ini.

Baca Juga: Satu dari Tujuh Ajudan Ferdy Sambo Mangkir Pemeriksaan Komnas HAM

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif