News
Minggu, 7 Oktober 2012 - 22:00 WIB

Ariawan Gunadi, Usia 27 Tahun Jadi Doktor Termuda UI

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ariawan Gunadi (Foto: JIBI/Bisnis)

Ariawan Gunadi (Foto: JIBI/Bisnis)

JAKARTA– Universtas Indonesia mengukuhkan doktor termudanya pada Sabtu (6/10/2012)  di Kampus UI Depok. Doktor termuda UI tersebut adalah pria berusia 27 tahun bernama Ariawan Gunadi. Dia mendapat gelar doktor dalam bidang ilmu hukum, khususnya hukum perdagangan internasional.

Advertisement

Dr. Ariawan Gunadi SH, MH. Usai mempertahankan disertasinya dihadapan tim penguji yang dipimpin Ketua Program Pascarsarjana FHUI Prof. Rosa Agustina, dia langsung dikukuhkan sebagai doktor termuda UI.

Sulung dari 3 bersaudara kelahiran Jakarta, 19 Maret 1985 ini, mengaku sama sekali tidak menyangka akan meraih gelar tersebut. “Ini suatu yang sangat membahagiakan. Tak pernah terbersit dalam pikiran saya, untuk menjadi doktor termuda di UI,” ungkapnya.

Ariawan menyelesaikan sekolahnya mulai dari jenjang SD sampai SMA normal seperti anak-anak lain. Cuma ketika kuliah di Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Jakarta, dia menyelesaikannya dalam waktu 3,5 tahun. Dia langsung meneruskan ke Magister Hukum Untar dan lulus dalam waktu 1,5 tahun.

Advertisement

“Saya meneruskan ke Program Pascasarjana FHUI, dan selesai dalam waktu 3 tahun 6 bulan,” ungkap ayah satu orang anak, yang berprofesi sebagai dosen dan pengurus Yayasan Tarumanagara, serta pengurus Rumah Sakit Royal Taruma.

Disertasinya berjudul Perjanjian perdagangan bebas dalam era liberalisasi perdagangan: Studi mengenai ASEAN-China free trade agreement (ACFTA) yang diikuti oleh Indonesia.

Ariawan menekankan bahwa dalam era globalisasi dan borderless dewasa ini, semakin banyak perjanjian internasional yang diikuti oleh negara. Salah satunya perjanjian perdagangan bebas.

Advertisement

Dia mengatakan Indonesia telah terikat dengan banyak perjanjian perdagangan bebas baik bilateral, regional dan multilateral, dan dirasakan Indonesia belum mendapatkan benefit, khususnya dalam lingkup ACFTA.

“Pada awalnya harapan perjanjian perdagangan bebas menyejahterakan rakyat. Tapi sebaliknya dari data yang didapat, Indonesia dirugikan. Lapangan kerja tidak tercukupi, dan banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK),” ungkap Ariawan yang mendapat cum laude dari para penguji.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif