News
Sabtu, 14 Desember 2013 - 13:16 WIB

AKSI MOGOK PENGHULU :"Pemerintah Harus Tetapkan Tarif Resmi Nikah"

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pernikahan (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO –– Pemerintah dinilai harus segera mengeluarkan payung hukum terkait aturan menikahkan pengantin di luar kantor dan di luar jam kerja. Hal ini dinilai mendesak, mengingat aksi mogok para penghulu, sebagai bentuk solidaritas atas kasus dugaan gratifikasi yang menjerat Kepala KUA Kecamatan Kota, Kota Kediri, Romli, berpotensi menggangu pelayanan masyarakat.

Pelaksana Tugas Kepala Perwakilan Ombudsman RI DIY dan Jateng Bagian Selatan, Budi Masturi saat dihubungi Solopos FM dalam sesi Dinamika 103 Sabtu (14/12/2013) mengungkapkan, berdasarkan PP 51 tahun 2000, biaya atau tarif nikah sebesar Rp 30.000, dan masuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Namun besaran tarif ini adalah untuk pelayanan yang dilakukan di kantor KUA dan pada jam kerja.

Advertisement

Menurut Budi, pemerintah harus segera membuat tarif resmi yang diatur dengan peraturan perundang-undangan, terkait pelayanan pernikahan baik yang dilakukan di kantor KUA dan jam kerja, ataupun yang dilakukan di luar Kantor KUA dan di luar jam kerja. Termasuk besaran kompensasi bagi penghulu.

Ia menambahkan, peraturan perundang-undangan seharusnya tidak boleh lepas dari nilai-nilai budaya dan kepatutan di masyarakat. Terlebih masyarakat kita cenderung menikah di hari-hari libur untuk memudahkan kerabat yang ingin mengucapkan selamat. Termasuk menikah di rumah atau masjid.

“Pemerintah tetapkan dong biaya nikah yang dilakukan di dalam kantor KUA dan di jam kerja berapa, dan biaya nikah di luar kantor KUA dan di luar jam kerja berapa. Termasuk kompensasi bagi penghulu yang menjalankan tugas di luar jam kerja, misalnya untuk makan dan transport”, tandas Budi.

Advertisement

Budi menambahkan, sesuai UU nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, setiap unit pelayanan seharusnya menempel alur layanan termasuk tarif dan waktu yang dibutuhkan, sebagai bentuk transparansi.

Jika ditemui adanya pungutan di luar ketentuan, masyarakat bisa melaporkannya melalui Kanwil Kemenag di daerah masing-masing. Atau masyarakat bisa melaporkan ke Ombudsman, sebagai lembaga yang memang memiliki kewenangan untuk mengawasi pelayanan publik.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif