News
Rabu, 28 April 2010 - 14:25 WIB

AJI: Kesejahteraan pekerja pers masih suram

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Makassar--Kesejahteraan pekerja pers masih suram di tengah pertumbuhan industri media, bahkan banyak yang menjadi korban PHK sebagai dampak dari kebijakan media, kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar Mardiana Rusli.

“Sepanjang 2008-2009 AJI mencatat sedikitnya ada 100 pekerja pers yang dipecat, sementara sebagian pekerja pers lainnya hidup dibawah upah minum regional (UMR),” kata Mardiana di Makassar, Rabu.

Advertisement

Menurut dia, kondisi tersebut jauh lebih buruk pada 2010, karena masalah ketenagakerjaan di kalangan media massa meningkat dratis dibanding tahun sebelumnya.

Sebagai gambaran, pada sejumlah media nasional PHK massal dan skorsing bernuansa pemberangusan serikat pekerja telah menimpa sedikitnya 200 pekerja pers di sejumlah TV swasta seperti Indosiar dan AnTV yang melakukan PHK massal terhadap 40-an pekerjanya.

Selain itu, PKH juga dialami 144 pekerja koran Berita Kota, Jakarta pascaakuisisi Kompas Gramedia. Nasib serupa dialami 50-an pekerja Suara Pembaharuan dan grup media kelompok Lippo.

Advertisement

“Kondisi serupa juga terjadi di daerah. Di Sulsel misalnya, pada 2007 PHK massal pekerja pers Pedoman Rakyat karena perusahaan gulung tikar, dan di Aceh Mei 2009 sebanyak 60 pekerja pers Harian Aceh Independen juga terkena PHK,” ujarnya.

Berkaitan dengan peringatan hari buruh se-dunia 1 Mei, ia mengatakan, perlu melakukan perenungan dan upaya untuk mendorong agar nasib pekerja pers dapat hidup lebih sejahtera sesuai dengan pasal 10 Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers.

“Undang-undang tersebut memberikan mandat kepada semua perusahaan media untuk meningkatkan kesejahteraan pekerjanya, baik melalui kepemilikan saham, kenaikan gaji, bonus, serta asuransi yang layak,” kata Mardiana.

Advertisement

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Pendidikan Informasi dan Media Publik (LaPISMedik) Makassar Hadawiah mengatakan, sosialisasi kebijakan itu perlu digencarkan, khususnya kepada pengambil kebijakan di suatu media.

“Karena tanpa kesadaran dari pemilik media atau penentu kebijakan untuk menyejahterakan pekerja persnya, UU itu tidak akan ada artinya,” katanya.

Ant/tya

Advertisement
Kata Kunci : News Pers
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif