News
Kamis, 20 Oktober 2011 - 12:02 WIB

Abrasi ancam kehidupan ekonomi nelayan Bantul

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - TERGERUS -- Sejumlah warga berdiri di dekat sisa bangunan yang tergerus gelombang laut di Pantai Kuwaru, Srandakan, Bantul. Foto diambil Rabu (19/10/2011). (JIBI/Harian Jogja/Andreas Tri Pamungkas)

Bantul (Solopos.com) – Abrasi di sepanjang Pantai Kuwaru,Poncosari, Srandakan, Bantul makin mengancam kehidupan perekonomian di wilayah tersebut.

TERGERUS -- Sejumlah warga berdiri di dekat sisa bangunan yang tergerus gelombang laut di Pantai Kuwaru, Srandakan, Bantul. Foto diambil Rabu (19/10/2011). (JIBI/Harian Jogja/Andreas Tri Pamungkas)

Advertisement

Ketua Kelompok Sadar Wisata Pantai Kuwaru Punijo, 43, mengatakan sebelum tahun 2000 dirinya membuat warung makanan dengan jarak 100 meter sesuai dengan ketentuan tata ruang pesisir,tapi saat ini warungnya dengan jarak bibir pantai tinggal 30 meter saja. “Saya amati sejak tahun 2000,ombak terus menggerus pantai. Saya pun mencatat selama 11 tahun ini ada 75 meter lahan pantai yang dimakan ombak laut,” ujar Punijo yang juga ketua kelompok nelayan Fajar Arum.

Menurutnya, abrasi akibat terpaan gelombang laut itu paling parah terjadi pada Selasa (18/10/2011) dini hari lalu. Gelombang yang makin besar sudah terjadi sejak akhir pekan lalu. ”Puncaknya Selasa. Dan ini baru pertama kali terjadi. Sebelumnya belum pernah,” katanya.

Advertisement

Menurutnya, abrasi akibat terpaan gelombang laut itu paling parah terjadi pada Selasa (18/10/2011) dini hari lalu. Gelombang yang makin besar sudah terjadi sejak akhir pekan lalu. ”Puncaknya Selasa. Dan ini baru pertama kali terjadi. Sebelumnya belum pernah,” katanya.

Akibat kuatnya gelombang air laut itu, ungkapnya, air sampai masuk di warungnya hingga setinggi tumit. Bangunan- bangunan yang letaknya berada sebelum warungnya atau berdekatan dengan pantai seperti pos SAR hampir ambruk dan puluhan pohon cemara tumbang.

Dari pantauan Harian Jogja, abrasi terjadi hampir di seluruh garis Pantai Kuwaru yang panjangnya sekitar dua kilometer. Hutan cemara menjadi titik paling aman wisatawan yang berkunjung, meski tempat itu tak jauh dari bibir pantai yang curam karena tergerus ombak.

Advertisement

Dengan adanya fenomena ini, Punijo dan sejumlah warga lainnya khawatir jika tidak ada penanganan serius dari pemerintah kehidupan perekonomian pesisir selatan juga ikut tergerus. ”Harapan kami ada pemasangan break water (pemecah ombak-red), meski juga dapat mengurangi minat wisatawan karena pantai jadi tak asli lagi. Tapi bagaimana lagi, semua ada risikonya,” ujarnya.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daearah (BPBD) Dwi Daryanto pun berpendapat yang sama. Sejak lima tahun terakhir ini menurutnya daratan Pantai Kuwaru yang tergerus ada 50 meter.”Ada berbagai macam faktor. Salah satunya juga ada pemanasan global karena terlihat elevasi atau tinggi air laut terus naik,” jelasnya.

Kepala Bidang Data Penelitian dan Pengembangan Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Tlaus Sakti Santosa yang mengunjungi lokasi itu tak mengetahui pasti berapa daratan yang tergerus, namun menurutnya pasokan pasir paska erupsi Merapi tidak banyak lagi mengalir ke selatan.

Advertisement

Hal itu,katanya, berimbas pembentukan daratan di pantai selatan kurang terdukung. Menurutnya Bapeda telah mengusulkan permintaan warga untuk membangung breakwater,tapi belum ada tanggapan.”Sudah kami sampaikan ke pusat,sebab daerah tidak mampu menanggungnya,namun belum ada respon,”ujarnya.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul Susanto mengatakan pihaknya belum dapat memastikan langkah apa yang bakal dilakukan. Kalaupun melakukan penanaman cemara menurutnya sulit dilaksanakan sebab kondisi Kuwaru yang curam. ”Makanya kami perlu bantuan dari pusat untuk melakukan pengkajian ataupun penelitian,” katanya.

JIBI/Harian Jogja/amu

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif