Solopos.com, JOMBANG — Tarekat Shiddiqiyah yang dipimpin KH Muhammad Mukhtar Mukthi di Jombang, Jawa Timur, belakangan ramai diperbincangkan.
Hal ini lantaran anak mursyid tarekat itu, Moch Subchi Azal Tsani alias Mas Bechi, 42, tersandung kasus pencabulan santriwati di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah.
Lantas, apakah ajaran tarekat itu menyimpang?
Berdasarkan penelusuran Solopos.com dari hasil penelitian bertajuk berjudul Tasawuf Kebangsaan: Konstruksi Nasionalisme Tarekat Shiddiqiyyah Ploso Jombang Jawa Timur karya Miftakhul Arif, tarekat Shiddiqiyyah memiliki sejarah panjang.
Berdasarkan penelusuran Solopos.com dari hasil penelitian bertajuk berjudul Tasawuf Kebangsaan: Konstruksi Nasionalisme Tarekat Shiddiqiyyah Ploso Jombang Jawa Timur karya Miftakhul Arif, tarekat Shiddiqiyyah memiliki sejarah panjang.
Tarekat ini kali pertama dikenalkan oleh seorang tokoh bernama KH Muhammad Muchtar bin Abdul Mu’thi di Ploso, Jombang. Kiai Muchtar merupakan ayah dari Mas Bechi.
Baca juga : Sontoloyo! 4 Kasus Cabul Terheboh: Anak Kiai Jombang – Influencer Solo
Jika tarekat pada umumnya lebih berorientasi pada bimbingan spiritual melalui metode zikir, maka tarekat Shiddiqiyyah bukan hanya mengajarkan olah jiwa. Tetapi juga mengintegrasikannya dengan doktrin kemanusiaan dan kebangsaan.
Hal itu terlihat dari syarat yang harus dipenuhi oleh calon murid Shiddiqiyyah, yakni untuk menjalankan doktrin delapan kesanggupan.
Baca juga : Saksi Sidang Anak Kiai Jombang Cabul Cuma 1 Korban, Lainnya Mundur?
Dikutip dari Shiddiqiyyah.org, Minggu (10/7/2022) delapan kesanggupan itu antara lain:
Baca juga : Profil Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Jombang, Ini Sejarah Pendiriannya
Dengan mengamalkan ajaran tersebut, tarekat Shiddiyyah memiliki tujuan dalam mendidik manusia, membimbing, dan menuntun agar dekat kepada Allah. Tidak ada ajaran yang menyimpang dalam tarekat itu.
Manusia dididik, dibimbing, dituntun agar mengenal Allah yang sebenar-benarnya kenal melalui praktik Zikir Sirru Ismu Dzat.
Selain itu, manusia didik, dibimbing, dituntun agar menjadi umat takwa yang sebenar-benarnya takwa. Terakhir, manusia dididik, dibimbing, dituntun agar menjadi manusia yang bersyukur kepada Allah.