News
Rabu, 21 Februari 2018 - 22:15 WIB

630.000 Orang Mengungsi Akibat Konflik Antaretnis di Kongo

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Penduduk Tanganyika, Kongo, yang mengungsi akibat konflik antaretnis (Aljazeera.com)

PBB mengimbau pemerintah Kongo segera mengatasi krisis kemanusiaan berkepanjangan.

Solopos.com, JENEWA – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan Republik Demokratik Kongo (DRC) menghadapi bencana kemanusiaan. Pasalnya, saat ini negara tersebut tengah kisruh akibat kekerasan di wilayah Tanganyika yang membuat kehidupan sejumlah warga terancam.

Advertisement

Andrej Mahecic, juru bicara Badan Pengungsi PBB (UNHCR), mengatakan konflik antaretnis di Provinsi Tanganyika memicu pelanggaran hak asasi manusia.

Berdasarkan laporan, meningkatnya kekerasan antara suku Twa, Luba, dan kelompok etnis lainnya menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi untuk menyelamatkan nyawa. Sampai saat ini, sudah lebih dari 630.000 orang atau seperlima dari penduduk Tanganyika yang mengungsi.

UNHCR khawatir kekerasan itu akan semakin memanas dan mengancam nyawa warga sipil. Andrej Mahecic menambahkan mayoritas pelanggaran yang dilakukan terkait hak kepemilikan, yakni pemerasan, perampasan, dan pengerusakan. Ada juga sejumlah warga yang disiksa, diperkosa, hingga dibunuh.

Advertisement

“Bentrokan sengit itu terjadi antara angkatan bersenjata Kongo dan kelompok militan sejak akhir Januari 2018. Bentrokan ini membuat warga sipil sebagai korban. Sampai saat ini, sudah lebih dari 630.000 orang yang mengungsi dari Tanganyika,” kata Andrej Mahecic seperti dilansir Al Jazeera, Selasa (20/2/2018).

Laporan soal lonjakan kekerasan di Tanganyika ini meningkat selama Februari 2018. Ada sekitar 800 laporan soal pelanggaran hak asasi di provinsi ini selama dua pekan terakhir.

Sejumlah orang yang berhasil melarikan diri kini mengungsi di dekat Kota Kalemie. Mereka menjadi saksi peristiwa mengerikan selama terjadinya serangan tersebut.

Advertisement

Anggota UNHCR lainnya, Andreas Kirchhof, mengatakan, konflik di Kongo ini merupakan yang paling parah. “Ini adalah krisis yang paling parah dan terus memburuk setiap tahunnya. Konflik ini terus meningkatkan kebencian di antara kelompok etnis tertentu,” katanya.

Andreas Kirchhof menambahkan konflik antaretnis ini terus meningkat sejak pertengahan 2016. Komite Penyelamatan Internasional mengatakan, lebih dati 400 desa hancur sepanjang Juli 2016 sampai Maret 2017.

Pada Oktober 2017 lalu, UNHCR melaporkan Kongo adalah rumah bagi 3,9 juta pengungsi. Sementara 600.000 pengungsi lainnya mencari perlindungan di beberapa negara Afrika. UNHCR mengimbau pemerintah Kongo mengatasi konflik berkepanjangan itu dan melindungi penduduk sipil.

Advertisement
Kata Kunci : Kongo PBB
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif