News
Selasa, 2 Juli 2019 - 16:10 WIB

4 Fakta Mahkamah Internasional

Redaksi Solopos.com  /  Septina Arifiani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO – Lembaga Mahkamah Internasional mendadak menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Hal ini terjadi seusai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 pada Pilpres 2019, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, menegaskan tidak akan membawa masalah sengekata kecurangan ke Mahkamah Internasional.

Pengumuman keputusan tersebu menuai beragam komentar. Sebenarnya, tahukah Anda apa tugas dari Mahkamah Internasional yang sedang ramai diperbincangkan? Simak ulasan yang dihimpun Solopos.com, Senin (1/7/2019), dari berbagai sumber berikut ini:

Advertisement

Sejarah

Mahkamah Internasional dibentuk di Den Haag, Belanda pada 1945. Pembentukan lembaga ini melalui proses panjang yang akhirnya disahkan oleh Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Mahkamah Internasional merupakan satu dari enam lembaga utama bentukan PBB.

Fungsi

Advertisement

Mahkamah Internasional terdiri dari dua jenis, yakni International Court of Justice (ICJ) yang berfungsi mengadili sengketa antar-negara. Serta International Criminal Court (ICC) dengan peran mengadili kejahatan kemanusiaan, termasuk perang dan genosida. Hasil keputusannya bersifat mengikat negara yang bersengketa dan tidak ada peluang untuk melakukan banding atas keputusan tersebut.

Anggota

Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim dengan sebutan anggota. Mereka dipilih majelis umum dan dewan keamanan secara terpisah. Para hakim dipilih berdasarkan kecakapan, bukan kebangsaan. Seorang hakim menjabat selama sembilan tahun dan bisa terpilih kembali.

Advertisement

Saat ini, Mahkamah Internasional dipimpin oleh Presiden Abdulqawi Ahmed Yusuf dari Somalia. Didampingi Wakil Presiden Xue Hanqin dari China. Keduanya dilipih pada Februari 2018 dan menjabat sampai Februari 2021.

Hubungan dengan Indonesia

Indonesia dan Malaysia pernah mengajukan perkara sengketa kepemilikian Pulau Ligitan dan Sipadan ke Mahkamah Internasional pada 1998. Pada akhirnya, Mahmakamah Internasional memutuskan kedua pulau itu sebagai milik Malaysia pada 2002.

Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif