News
Jumat, 4 Januari 2013 - 04:59 WIB

392 Kawasan Kumuh di Jakarta Ditargetkan Hilang Pada 2020

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pemukiman kumuh dengan latar belakang perumahan mewah di, Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus berupaya menyediakan tempat tinggal dengan biaya sewa murah untuk warga DKI Jakarta yang berekonomi menengah ke bawah. Salah satu caranya mengubah pemukiman kumuh menjadi layak huni dengan tetap mengedepankan warga yang sebelumnya telah menetap di wilayah tersebut. (JIBI/Bisnis Indonesia/Dedi Gunawan)

Pemukiman kumuh dengan latar belakang perumahan mewah di, Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus berupaya menyediakan tempat tinggal dengan biaya sewa murah untuk warga DKI Jakarta yang berekonomi menengah ke bawah. Salah satu caranya mengubah pemukiman kumuh menjadi layak huni dengan tetap mengedepankan warga yang sebelumnya telah menetap di wilayah tersebut. (JIBI/Bisnis Indonesia/Dedi Gunawan)

JAKARTA — Pemprov DKI Jakarta menargetkan dapat menghilangkan ratusan kawasan kumuh yang tersebar di seluruh kawasan Ibu Kota pada 2020.
Advertisement

“Program kampung deret akan dilakukan secara bertahap. Jadi pada 2020 akan hilang dari Jakarta, tanpa melakukan pengusiran kepada masyarakat tersebut,” ujar Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama.

Direktori Kumuh BPS mencatat pada 2011 terdapat 392 kawasan kumuh di Jakarta, dengan sebaran terbanyak terletak di kawasan Jakarta Utara yang mencapai 96 kawasan. Kemudian di Jakarta Barat (92 kawasan), Jakarta Timur (75 kawasan), Jakarta Pusat (63 kawasan), Jakarta Selatan (60 kawasan), dan Kepulauan Seribu (6 kawasan). Selain itu, tanpa merincinya, Basuki juga memastikan akan menambah jumlah pasar-pasar.

Untuk mengatasi kondisi kampung kumuh di Jakarta, Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah DKI Novizal pernah menuturkan dibutuhkan sekitar Rp40 miliar untuk setiap kampung kumuh.
Setidaknya, sambungnya, pada 2013 terdapat sekitar 30-35 kampung kumuh yang akan ditata. Selain menggunakan APBD, pendanaan juga akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari pemerintah pusat, perusahaan swasta, juga LSM.

Advertisement

Proses penataan, jelasnya, akan dilakukan berdasarkan pengusulan dari kelompok masyarakat dalam satu kampung. Dari proposal yang diajukan, akan dilakukan proses evaluasi, sampai kemudian ditentukan apakah kampung tersebut memang membutuhkan penataan atau tidak. “Siapa saja boleh mengajukan, asal kepemilikan tanah dan gedung tersebut jelas. Artinya milik pribadi, bukan lahan sengketa atau yang bermasalah,” tuturnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif