Jateng
Selasa, 19 Maret 2024 - 16:21 WIB

Dilanda Banjir, Demak Konon Pelabuhan Terkaya Pantura di Dekat Selat Muria

Redaksi Solopos.com  /  Mariyana Ricky P.D  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Selat Muria di Abad ke-16 (Wikimedia)

Solopos.com, DEMAK — Selain Semarang, Demak menjadi salah satu daerah pesisir Jawa yang terendam banjir sejak beberapa waktu lalu.

Daerah yang dahulunya kota pelabuhan terkaya di jalur sutra Selat Muria tersebut konon sangat terkenal karena menjadi simpul penting dalam lalu lintas perdagangan di jalur rempah.

Advertisement

Letak Demak yang tidak terlalu jauh dari pantai menjadikan kota ini banyak dikunjungi oleh para pedagang, diperkirakan sudah sejak abad ke-14.

Sumber cukup kuat mengenai Demak di kancah perdagangan internasional barangkali berasal dari prasasti zaman Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk.

Advertisement

Sumber cukup kuat mengenai Demak di kancah perdagangan internasional barangkali berasal dari prasasti zaman Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk.

Menukil laman Kemdikbud, disebutkan bahwa nama Demak (Dmak) menjadi salah satu dari 33 pangkalan dari jaringan lintas air pada masa itu.

Sebuah peta kuno juga bahwa Demak menjadi salah satu kota dengan menara berwarna merah. Kota itu adalah Banten, Daramayo (Indramayu), Dama (Demak), dan Iapara (Jepara).

Advertisement

Buku berjudul Kota Demak sebagai Bandar Dagang di Jalur Sutra (1991), terbitan Kemdikbud menjelaskan jika pada abad ke-16 Demak sudah menjadi pelabuhan, maka airnya tentu cukup dalam untuk disinggahi kapal-kapal besar dari berbagai daerah.

“Namun kenyataan sekarang amat berbeda. Timbuhan lumpur yang amat banyak di pantai dari abad- abad berikutnya menjadikan letak Demak berada pada jarak beberapa kilometer dari laut,” tulis buku tersebut.

Berdasarkan penelitian, garis pantai Laut Jawa kini telah berubah.

Advertisement

Beberapa ahli sejarah dan geologi telah berusaha mengungkapkan garis pantai tersebut pada masa lalu. Di antaranya adalah ahli geologi Van Bemmelen.

Dalam bukunya yang terbit pada 1949, dikemukakan teori bahwa pada lima abad yang lalu Laut Jawa di daerah Semarang sebenarnya berada sekitar empat kilometer lebih ke dalam (selatan) daripada garis pantai sekarang.

Ia memperkirakan bahwa pertambahan lumpur ke laut per tahun adalah sejauh delapan meter. Dari perkiraan itu apabila dihitung selama lima abad, maka pertambahan garis pantai akan mencapai empat kilometer.

Advertisement

Teori tersebut selain didasari oleh penelitian geologi yang ditunjukkan dengan adanya jalur pantai tanah muda, juga penelitian terhadap peta-peta kuno.

Di daerah Demak, penelitian Van Bemmelen menunjukkan bahwa pada waktu itu Gunung Muria masih terletak di sebuah pulau yang terpisah dengan Pulau Jawa. Demak terletak di pantai utara selat antara Gunung Muria dan Pulau Jawa.

Keadaan itu berlangsung sampai pada abad ke-18. Selat yang berjuluk Muria kemudian tertutup oleh penguburan lumpur yang berasal dari Demak menuju Rembang melalui Kudus dari Pati.

De Graaf dan Pigeaud (1989) dalam uraiannya mengenai ekologi pusat kerajaan Demak juga menjelaskan bahwa Demak pada zaman dahulu terletak di pantai selat yang memisahkan Pegunungan Muria dari Jawa.

Selat Muria adalah sebuah selat yang dahulu pernah ada dan menghubungkan antara Pulau Jawa dan Pulau Muria. Pada sekitar 1657, endapan-endapan sungai yang bermuara di selat ini terbawa ke laut

Akibatnya, selat ini semakin lama semakin dangkal dan menghilang, sehingga Pulau Muria bergabung dengan Pulau Jawa.

Akibat endapan fluvio-marin, wilayah perairan tersebut berubah menjadi daratan, yang sekarang menjadi wilayah Kabupaten Kudus, Grobogan, Pati dan Rembang.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif