Kolom
Selasa, 19 Maret 2024 - 09:55 WIB

Hormatilah Suara Rakyat

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Petugas KPU mencocokkan perolehan suara saat penghitungan suara Pemilu 2024 secara manual tingkat kecamatan di Dalem Joyokusuman, Solo, Selasa (20/2/2024). (Solopos/Joseph Howi Widodo)

Pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tingkat anak cabang dan ranting di Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo, mengancam mundur dari partai itu.

Alasan mereka adalah terdapat seorang calon anggota legislatif yang mereka dukung dan berpeluang terpilih terancam tak dilantik menjadi anggota DPRD Kabupaten Sukoharjo, padahal perolehan suaranya meniscayakan mendapat satu kursi di DPRD kabupaten itu.

Advertisement

Caleg tersebut hendak digantikan oleh caleg yang bernomor urut di bawahnya walau perolehan suaranya lebih rendah. Kasus yang sama juga terjadi di beberapa daerah lain dan di partai politik lain.

Calon anggota DPR dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) bernomor urut lima, Ratu Ngadu Bonu Wulla, mundur dari pencalonan meski lolos di daerah pemilihan (dapil) Nusa Tenggara Timur (NTT) II dengan perolehan suara 76.331 pada Pemilu 2024.

Advertisement

Calon anggota DPR dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) bernomor urut lima, Ratu Ngadu Bonu Wulla, mundur dari pencalonan meski lolos di daerah pemilihan (dapil) Nusa Tenggara Timur (NTT) II dengan perolehan suara 76.331 pada Pemilu 2024.

Suara Ratu mengalahkan mantan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, yang menjadi caleg bernomor urut satu di dapil yang sama. Viktor hanya memperoleh 65.359 suara. Ada dua persoalan mendasar yang semestinya menumbuhkan kebijaksanaan di internal partai politik untuk mengutamakan yang lebih bermanfaat bagi rakyat atau konstituen.

Pertama, peserta pemilu adalah partai politik. Kedua, jumlah suara yang diraih caleg adalah petunjuk nyata tentang siapa caleg yang lebih dipilih/dipercaya oleh rakyat/konstituen/pemilih.

Advertisement

Katakanlah ini adalah ”kedaulatan” partai politik sebagai peserta pemilu. Posisi partai politik seperti itu kini berhadapan dengan pilihan rakyat. Rakyat memilih caleg karena sistem pemilu yang diterapkan adalah proporsional terbuka.

Di sinilah mestinya partai politik menghormati pilihan rakyat/konstituen/pemilih. Ketika perolehan suara seorang caleg ternyata mayoritas atau setidaknya memenuhi batas minimal kuota kursi di parlemen, janganlah diganti atau disuruh mundur dengan alasan aturan internal partai.

Hormatilah suara rakyat dan aturan bermain proporsional terbuka itu. Partai politik hanya punya kuasa mutlak pada saat penentuan caleg saat pendaftaran, selebihnya pemilih yang berkuasa menentukan siapa caleg yang diusung partai politik yang layak duduk di kursi parlemen.

Advertisement

Hasil pemilihan anggota legislatif merupakan amanah dari rakyat yang seharusnya tidak diubah dengan dalih untuk kepentingan kelompok, golongan, termasuk partai politik. Hasil pemilu akan memengaruhi arah kebijakan, representasi politik, dan kualitas sistem demokrasi secara keseluruhan.

Hasil pemilu yang diubah—dengan alasan ketentuan internal partai politik—dapat menciptakan ketegangan politik yang berpotensi mengarah pada konflik sosial atau politik.

Hasil pemilu yang diperoleh dengan susah payah disertai pengorbanan  harus  bisa dipertanggungjawabkan secara  adil dan transparan demi pembangunan dan peningkatan demokrasi secara berkelanjutan.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif