News
Jumat, 19 April 2024 - 14:55 WIB

MUI Tegaskan Bakda Kupat Tak Bertentangan dengan Islam

Redaksi Solopos.com  /  Chelin Indra Sushmita  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga makan bersama hidangan ketupat dan lepat dalam tradisi Kupatan Syawalan di tepi pantai Dusun Legon Cikmas, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Rabu (17/4/2024). (Antara/Aji Styawan)

Solopos.com, SOLO — Ketua Bidang Kerukunan Antar-umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Yusnar Yusuf Rangkuti, menyatakan bahwa tradisi Lebaran Ketupat atau bakda kupat tidak bertentangan dengan syariat Islam.

“Mengadakan Lebaran Ketupat itu tidak bertentangan dengan Islam. Hanya orang yang tidak suka saja yang bilang Lebaran Ketupat itu bertentangan dengan syariat,” kata Yusnar dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat (19/4/2024).

Advertisement

Menurut dia, tradisi tersebut justru perlu disuarakan bahwa memang tidak ada pertentangan antara budaya semacam itu dan agama. Menurutnya, bakda kupat sama halnya dengan kebiasaan mudik.

Mudik, kata Ketua Dewan Pertimbangan Pengurus Besar Al Washliyah itu, sejatinya produk budaya, bukan syariat agama. Namun pelaksanaannya dilakukan oleh mayoritas umat Islam di Indonesia karena dinilai tidak bertentangan dengan ajaran agama.

Yusnar berujar, mudik menjadi bertentangan dengan syariat Islam jika pemudik secara sengaja berbuat hal yang membahayakan bagi keselamatan dirinya. Oleh sebab itu ia menilai kearifan lokal seperti mudik dan bakda kupat perlu mendapat apresiasi karena bisa memberikan efek positif terhadap kerukunan masyarakat.

Advertisement

Menyikapi pro dan kontra terhadap kebiasaan masyarakat pasca-Idulfitri seperti Lebaran Ketupat, Yusnar justru beranggapan bahwa pemerintah perlu melembagakan penyelenggaraannya. Dengan kebijakan secara resmi, negara juga memiliki partisipasi aktif dalam kerukunan masyarakat dan kelestarian tradisi serta budaya.

Ia juga berharap agar segala bentuk kearifan lokal yang menyemarakkan Idulfitri bisa berkontribusi dalam membangun moderasi beragama yang lebih baik, termasuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat sebagai dampaknya.

“Sebab ketika budaya saat lebaran itu dibangun, intoleransi itu tidak akan terjadi. Misalnya saja ketika melakukan mudik, ketika para pemudik singgah di beberapa masjid, ada yang warga sekitar yang memberikan minum. Warga lainnya bahkan ada yang mempersilakan pemudik yang mampir untuk beristirahat di rumah mereka. Ini baru dari kegiatan mudik saja, belum yang lainnya,” imbuhnya sebagaimana dilansir Antara.

Advertisement

Menurutnya, praktik beragama di Indonesia wajar diwarnai dengan beragam budaya karena negara ini terdiri dari banyak suku, agama, dan kebudayaan. Perbedaan praktik kehidupan, imbuh Yusnar, merupakan suatu keniscayaan yang tidak mungkin dibendung.

“Indonesia itu negara yang luar biasa. Menurut saya, negara kita ini sangat menarik untuk dikaji oleh dunia,” Yusnar.

?????

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif